Sunday, July 25, 2010

Puisi tentang hujan

Hujan biasanya banyak memberikan aku inspirasi untuk menulis puisi, contohnya seperti puisi berikut adalah puisi yang aku tweet di Twitter tanggal 29 Juni 2010, saat itu aku lagi duduk di samping jendela bus DEBORAH, kebetulan saat itu suasana lagi hujan.

Rintik kesejukan menyela amarah matahari
Tetap tak dapat menyapu sayat gelisah kenangan pagi
Biar bias rintikan menari di pipi lesapkan pandang seribu mata ini tangisan
Menyekat tangisan alam
Menyambut senja hati yg bergurau
Adanya senandung pengamen dunia
Cukup menjadikan ada senyumanku
Terimakasih Tuhan selalu Kau hadirkan hujanmu di kala amarahku tersengat matahari. :)

Saturday, July 10, 2010

Luna Maya, Ariel, Cut Tari


Kemarin tanggal 9 Juli 2010, setelah solat subuh aku tidur lagi. Tapi TV di kamar aku ga matiin, sekitar jam tujuhan aku bangun lagi, seperti biasa acara gosip jam segitu sudah pada "gentayangan" dan sudah bisa dipastikan gosipnya pasti lagi-lagi tentang video skandal dari tiga publik figur Indonesia yang lagi BOOMING. Bosen sih sebenernya berita yang disampaikan tentang mereka terus dan dari hari ke hari semua beritanya juga sama aja, tentang status mereka yang masih dipertanyakan, sikap mereka, sikap para tokoh masyarakat, semuanya intinya sama, jadi yah cukup males ngelihatnya. Tapi kali ini aku melihat gosip itu cukup berbeda, sedikit melihat kilasan Cut Tari yang lagi menangis di depan wartawan terus sama Luna Maya yang lagi tertunduk. Inti beritanya mereka mengadakan jumpa pers untuk meminta maaf, tapi di situ ditegaskan permintamaafan Luna Maya dan Cut Tari bukan berarti pengakuan mereka atas video tersebut. Tapi mereka meminta maaf karena mereka merasa bersalah karena telah banyak mengganggu masyarakat banyak dari pemberitaan-pemberitaan tentang mereka sehingga banyak menimbulkan dampak negatif ke masyarakat. Dan berita selanjutnya yang aku lihat dari twitter Luna Maya, Cut Tari menyusul Ariel menjadi TRIO TERSANGKA, tapi Luna sama Tari tidak ditahan. Heemph... kalau begitu sekarang beritanya bukan video mirip artis lagi kan? tapi video artis? :)
Tapi apa pun yang terjadi semua diproses berdasarkan hukum yang berlaku dan ini semua menjadi pelajaran buat yang bersangkutan maupun yang tidak bersangkutan.

Marmut Merah Jambu (MMJ) -Apresiasi Sastra-


 MARMUT MERAH JAMBU

Dalam memahami karya sastra hendaknya pembaca mengenal berbagai macam teori, yang salah satunya berupa teori ekspresif yang akan saya gunakan untuk mengapresiasi buku Marmut Merah Jambu milik Raditya Dika Nasution.
Dalam pendekatan ekspresif karya sastra dipandang sebagai ekspresi sastrawan. Kriteria yang dikenakannya adalah ketepatan karya sastra dalam mengekspresikan kejiwaan sastrawan. Ketika menulis karya sastra, sastrawan tidak bisa lepas dari sejarah sastra dan latar belakang budayanya (Pradopo, 1995: 108). Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980: 11, 12).
Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya sastra berisi penghayatan sastrawan terhadap lingkungannya. Karya sastra bukan hasil kerja lamunan belaka, melainkan juga penghayatan sastrawan terhadap kehidupan yang penuh kesadaran dan tanggung jawab sabagai sebuah karya seni.
Kedua paragraf adalah alasan saya mengapa saya menggunakan pendekatan ekspresif dalam mengapresiasi buku ini. Dikarenakan buku ini adalah kisah nyata dari penulisnya sendiri jadi apa yang dituliskan dalam buku ini tidak terlepas dari sejarah dan latar belakang budaya si penulis yang notabennya juga merupakan peran utama dalam buku ini. Begitupun tokoh-tokoh lain yang diceritakan merupakan keluarga dari si penulisnya sendiri.
***
Marmut Merah Jambu merupakan buku kelima dari Raditya Dika Nasution yang akrab dipanggil Radith (lahir di Jakarta, 28 Desember 1984). Buku MMJ (Marmut Merah Jambu) ini bertemakan tentang pahit manisnya percintaan. Dia menggabungkan cinta dengan komedi dalam penulisannya.
Sebelumnya Radith adalah pemenang Indonesian Blog Award atas catatan harian yang ditulis di blognya. Dari pengalaman itu dia mencetak tulisannya kemudian ia menawarkan naskahnya itu ke beberapa penerbit untuk dijadikan buku dan penerbit Gagasmedia yang menjadi penerbit buku pertamanya saat itu, setelah sebelumnya banyak penerbit yang menolak tulisannya.
Radith hadir dengan genre baru dan berbeda dari penulis sebelumnya. Yang membuat dia berbeda adalah dia selalu menggunakan nama binatang pada setiap bukunya. Kambing Jantan, adalah buku pertamanya dilanjut dengan Cinta Brontosaurus, Radikus Makan Kakus, Babi Ngesot.
Radith merupakan sulung dari lima bersaudara, Yuditha, Ingga-Inggi (kembar), Edgar merupakan adiknya. Radith memasukkan nama mereka ke dalam buku MMJ-nya sebagai tokoh-tokoh sebagaimana aslinya. Karena MMJ ini merupakan kisah nyata catatan percintaanya dan sekitarnya. Mengapa dikatakan demikian, karena pada bagian Pengantar Penulis Radith menuliskan “Oh ya, beberapa nama di buku ini disamar, tetapi tempatnya semuanya benar.” itu yang membuat pembaca mengerti bahwa buku MMJ merupakan kisah nyata si penulisnya apalagi tokoh utama dalam buku ini merupakan penulisnya sendiri, Radith.
MMJ dimulai dari kehidupan Radith waktu ia duduk di bangku SMP, ia menuliskan SMP Tarakanita dalam buku ini yang juga merupakan SMP sebenarnya seorang Raditya Dika. Dia menceritakan bagaimana dia dan sahabatnya yang mencintai orang diam-diam, penceritaan yang disampaikan begitu konyol membuat pembaca menjadi tertawa geli ketika membaca bagian-bagian yang disampaikan dengan banyolan khas seorang Raditya Dika, seperti diketahui sebelumnya Radit dikenal sebagai sosok penulis yang khas dengan komedi, banyolan, humor yang cablak, sehingga tak heran kalau di dalam buku ini kita akan menemukan ungkapannya yang cablak.
Dalam buku ini juga menggunakan latar tempat, lebih tepatnya daerah Jakarta Selatan sering dituliskan di buku ini seperti Kemang, Pondok Indah Mall, McD, dan lain sebagainya, dikarenakan tempat tinggal Radith yang berada di Jakarta Selatan tepatnya di Cikatomas, Kebayoran. Tempat tinggal Radith memang tidak disebutkan dalam buku ini, tetapi saya mengetahui pasti di mana dia tinggal karena saya merupakan pengajar les privat untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia adiknya, Edgar Nasution, yang saat itu duduk di kelas 6 (enam) SD.
Saya cukup mengenal karakter Edgar sebenarnya, persis seperti apa yang dituliskan Radith dalam bukunya ini. Meskipun saya tidak mengenal langsung Radith dan ketiga saudaranya yang lainnya tapi saya cukup mengenal karakternya dikarenakan situs jejaring sosial Twitter. Di situs itu saya mem-follow mereka, jadi dari gaya bahasa yang mereka gunakan untuk percakapan mereka sehari sudah cukup jelas menggambarkan watak mereka, sehingga ketika membaca MMJ ini pewatakan pada tiap tokoh adalah benar adanya.
Jadi, karena buku ini merupakan kisah nyata si penulis latar sosial dan budaya yang disampaikan dalam buku ini merupakan latar sosial dan budaya yang ada sebenarnya di sekitar penulis, begitupun dengan penokohan yang ada merupakan gambaran jati diri orang yang sebenarnya hanya ada beberapa yang disamarkan.
Karena Radith merupakan remaja jadi gaya penulisannya adalah bahasa remaja sekarang yang lebih sering disebut dengan bahasa gaul, begitupun pesan-pesan yang disampaikannya di setiap akhir bagian dari setiap babnya.
***
Apa yang disampaikan Radith dalam buku MMJ (Marmut Merah Jambu) merupakan penceritaan kembali tentang apa yang dialami dalam hidupnya. Radith yang menampilkan watak dirinya apa adanya dalam buku ini. Meskipun bahasa yang digunakan dalam buku ini adalah bahasa lisan bukan bahasa tulisan, Radith mampu menghadirkan inovasi baru dari beberapa penulisnya. Ia hadir dengan genre baru, yaitu menggunakan nama-nama binatang dalam setiap tulisannya.
Kesimpulan berdasarkan pendekatan ekspresif adalah apa yang ditulis Radith dalam MMJ sesuai dengan latar sosial dan budaya si pengarang sendiri. Begitu pun dengan karakter yang ada, semua ditulis sesuai dengan apa yang Radith alami dalam hidupnya.


(Yang di atas gambar aku sama Raditya Dika waktu ada event GOL AMAL YAHOO! Minggu, 4 Juli 2010 di Plaza Barat Senayan)

ABANG SOTO, I LOVE YOU


ABANG SOTO, I LOVE YOU

Liburan semester ganjilku cukup panjang. Aku dan teman-temanku semua sudah punya rencana apa yang akan kami lakukan di waktu liburan nanti.
”Ntar liburan lo ngapain? Gue palingan ngisi liburan dua bulan nanti kerja lagi jagain baju di DM.”
Ucap Ari yang biasa dipanggil Gery yang diambil dari nama Gery Iskak,, filosofinya waktu itu sedang booming-nya gosip tentang Gery Iskak yang menggugat cerai istrinya dan Ari terkenal dengan cowok yang punya banyak korban wanita, di kelas saja sudah ada tiga, termasuk aku, hahaha.. tapi sampai sekarang kami masih bisa bersahabat baik, tidak dengan kedua cewek teman sekelas kami. Ari biasanya suka mengisi liburannya dengan bekerja sebagai SPB (Salles Promotion Boy) di salah satu mall dekat rumahnya di daerah Cengkareng.
”Lo mah enak masih ada kegiatan, gue palingan bengong di rumah. Pengen liburan ke luar kota deh rasanya.. huuumph...”
”haaah palingan ntar lo sering jalan-jalan Ju...” sahut Ari.
Juju, begitu Ari biasa memanggilku.
***
            Waktu liburan sudah beranjak ke minggu kedua bulan terakhir liburan. Bunyi sms hapeku bunyi, ternyata dari Eyha, teman sekelasku yang rumahnya tidak jauh dari rumahku. Isinya dia memintaku untuk mengajarinya mengendarai motor. Berhubung aku tidak ada acara, aku pun menyetujui. Dia datang ke rumahku sekitar jam sembilan pagi. Kami pun langsung pergi menuju komplek perumahan dekat rumahku, karena perumahan itu tidak ramai mobil, munkin hanya mobil yang terparkir saja.
            Motor pun beralih pengendaranya, aku dibonceng Eyha.
”Vi, takut Vi ah gue, takut jatoh nih..”
Itu yang sering Eyha ucapkan saat kedua tangannya sibuk menyeimbangkan stang motor.
”Tenang Yha, slow aja.”
Itu yang cuma bisa aku ucapkan.
            Ketika Eyha sudah mulai lancar mengendarai motor tiba-tiba melintas di depan kita kereta dorong bayi dari arah rumah sebelah kanan, kami kaget dan Eyha mendadak ngerem dan keseimbangan menghilang. Hasilnya..
GUBRAAAAK...
Kami terjatuh ke perkarangan salah satu rumah yang bersebrangan dengan rumah di mana kereta dorong bayi itu datang, untung bukan luka berat hanya sedikit membiru karena kebetulan kami jatuh di bagian taman yang ada beberapa pot besar di sana. Tapi saat itu pikiran kami hanya tertuju pada kereta dorong itu, apakah bayi yang ada di dalamnya baik-baik saja, ternyata saat kami mau ngecek, datang pembantu dari rumah itu.
”Maaf yah Mbak, ini kereta tadi dimainin sama anak majikan saya, dia lagi mainan.”
HAAAH!!
***
Motor aku ambil alih, kami mencari tempat yang lebih aman untuk latihan motor, tidak ada kereta dorong bayi kosong. Lalu kami pergi ke Cibubur, di depan GOR POPKI Cibubur ada lapangan yang cukup luas. Aku mendekati pohon yang ranting dan daunnya cukup lebat untuk duduk di bawahnya berteduh dari panasnya matahari yang mulai bangun. Eyha pun sibuk dengan motor, dia belajar mengitari lapangan itu. Kira-kira lima kali putaran, satpam panti jompo dekat lapangan itu mendekat ke arah Eyha. Eyha menghentikan kendaranya dan aku melihat mereka sedang berbicara. Selesai bicara Eyha menghampiriku.
”Vi ga boleh belajar motor di sini kata Bapak satpamnya!!”
”Loh ko gitu? Yaudah kita cari tempat lain aja.”
Motor kembali aku yang mengendalikan. Lagi perjalanan kami berdua bingung mau ke mana dan aku memutuskan mengajak Eyha ke mall di Cengkareng tempat Ari bekerja. Eyha pun menyetujui.
            Setibanya di sana jam setengah dua siang, kami berdua tidak langsung menuju toko baju tempat Ari kerja, tapi kami pergi ke restoran di mall itu. Setibanya di restoran Eyha bilang kalau dia tidak bawa dompet, dia hanya bawa uang Rp20.000,00 saja
”Tenang Yha, gue ada duit enam puluh ribu ko, pake duit gue dulu aja yah..”
Jawabku santai.
Di restoran itu kami menghabiskan Rp47.000,00, jadi uang yang tersisa di aku dan Eyha ada Rp33.000,00. Setelah itu kami pergi ke tempat tujuan utama, tempat kerjanya Ari. Setibanya di sana aku bertemu dengan Ari, aku dan Eyha berbicara layaknya pembeli dan SPB, Eyha meninggalkan kami berdua di pergi ke bagian sepatu.
            ”Lo pura-puranya beli apa ke gitu, kemeja deh ada yang murah nih. Lagi diskon tau!”
Ari membuka pembicaraan sambil melipat-lipat baju yang ada di box baju. Kami seperti main kucing-kucingan karena saat itu manajernya Ari sedang memperhatikan ke arah kami.
”Kemeja apaan? Boleh sih buat kadonya Bang Dzul, tapi duit gue tinggal tiga puluh tiga ribu.”
”Ada nih kemeja, totalnya kalau didiskon jadi sekitar dua puluh lima ribuan.”
Aku yang mikir duitnya masih 33 ribu dan di ATM masih ada 59 ribu akhirnya mengiyakan. Tetapi aku masih bertanya pendapat Eyha.
”Yha, kemeja dua puluh lima ribuan, beli ga yah buat kadonya Bang Dzul?”
”Ah yang bener Vi, udah beli aja, beli dua sekalian”
”Yaudah deh gue beli satu aja..”
Ari melipat baju dan mengemasnya ke dalam plastik dan aku dengan Eyha pergi ke kasir. Saat di kasir ternyata angka rupiah yang tertulis di mesin kasir adalah Rp59.000,00. Aku dan Eyha seperti ditampar air dalam volume yang besar, semua sudah terlanjur, kalau tidak jadi membeli adalah hal yang paling tidak mungkin.
”Tapi kata Mas-masnya diskon gitu.”
Aku mencoba memberanikan diri menunjuk Ari dengan gaya seolah-olah masih tidak mengenal dia.
Mbak kasir pun memanggil Ari.
”ARIIII...!”
Suara itu terdengar menggelegar, membuat perutku seperti berkontraksi.
Mbak kasir dan Ari membicarakan sesuatu dengan menunjuk ke arah daftar harga. Ternyata persoalan itu berbuntut panjang. Manajer toko itu menghampiri dan memang kemeja itu masih ada diskon yang belum dihitung. Setelah dihitung ternyata totalnya Rp37.900,00. Tetap saja uang yang aku punya tidak cukup tapi setelah mengacak-acak dompet dan kantong ternyata ada Rp39.000,00. Selamatlah aku dari tragedi kasir. Aku dan Eyha memutuskan pulang.
Setelah berpamitan dengan Ari kami menuju lobi belakang mall, saat aku memeriksa dompet, masih ada uang 5 ribu yang terselip di balik STNK motor.
”Yha masih ada duit 5 ribu nih, haus gue, lo beliin minum yah, gue ngambil duit dulu di ATM.”
Saat aku di depan ATM mengikuti prosedur mengambil uang, dan menunggu loading, hasilnya
MAAF SALDO TIDAK MENCUKUPI
Stress mendadak menyerang, aku berlari ke arah Eyha yang lagi duduk di tukang soto mie dengan wajah stress sepertinya karena Eyha melihatku penuh kestress-an.
”Eyha, duitnya ga bisa diambil, gimana nih kita? Belom bayar parkiran terus motor gue bensinnya abis. Kacau nih.”
”Terus gimana?”
”Lo ada pulsa ga? Gue mau telpon Ari dah.”
”Hape gue kan mati.”
”Yaudah tukeran simcard, pake hape gue aja.”
Kami sibuk, cemas, gelisah, bingung, lengkap sudah rasanya. Selesai tukeran simcard hapeku ikutan mati.
”Yah, Eyha mati nih hape gue!!”
“Terus gimana dong?”
“Pinjem chargeran abang soto aja deh.”
Tanpa pikir panjang aku pinjam charger milik abangnya. Tapi chargernya tidak cocok. Akhirnya aku nekat minjem hape Abang soto.
”Abang, boleh pinjem hapenya ga buat nelpon? Please Bang penting banget, boleh yah?”
Abang sotonya hanya nyengar-nyengir, tapi untungnya dia adalah orang yang baik. Di situlah Abang soto adalah malaikat penyelamatku hari itu. Aku menghubungi Ari dan menyuruhnya membawa uang. Masalah pun terselesaikan.
Abang soto you’re my fairly. Thank you so much.