Thursday, August 27, 2015

Aku Mencintaimu dengan Kepasrahan

Air mata terlalu mudah bergulir di pipi bila mengingat ketakutanku menikmati setiap canda dan tawa yang kualami sendiri semenjak mengenalmu tanpa tatapan. Bukan tak mempercayai dirimu, tapi aku tak yakin diriku mampu membuatmu merasakan apa yang kurasakan. Dalam foto dirimu aku yakin semua orang tahu, senyum lebarmu adalah pancaran kebaikan hatimu. Tapi aku tetap tak yakin bisa menikmati kebaikan yang kumau darimu untukku sendiri. Senyummu hadir saat aku sedang larut menikmati cinta yang jatuh dan untuk yang kesekian kalinya hatiku terjatuh retak. Namun, ragamu saja tak pernah kutahu wujudnya hingga akhirnya kuhadirkan perantara dirimu menghadap Sang Pencipta dengan harapan agar selalu ingat akan aku.
Dia menciptakan waktu untuk membiarkan mataku menyaksikan senyum di balik kusutnya pikiranmu. Berbagi sekilas tentang kesibukanmu, aku lupa kalau hatiku pernah retak, tetapi aku ingat bahwa hatimu pun sedang terpaut pada merpati. Hatimu masih terbang bersama merpati dan aku sadar aku hanya hati retak yang mulai mengobati lukanya sendiri dengan canda bersama tawamu.
Waktu akan selalu menjadi milik-Nya. Terpisah dari hadapanmu adalah takdir yang harus kujalani, Dia hanya sedang memberiku pelajaran bahwa hati yang retak masih bisa terobati dengan hati yang baru. Hanya saja aku tak pernah tahu ketetapan-Nya tentang aku dan dirimu, yang aku tahu hanya bila sekali lagi hatiku terjatuh entah apa yang akan terjadi.
Maka itu, kusimpan semua perasaanku sendiri, biar saja hanya kubagi dengan-Nya tanpa perlu mata hatimu mengetahui. Karena bila senyummu masih mengembang, jangan salahkan aku yang akan menaruh harapan dari hatimu. Kali ini Dia yang kuberi kuasa seutuhnya untuk mengatur setiap aliran hidupku, mulai dari perasaanku hingga pertemuan denganmu selanjutnya. Aku cukup tahu diri pada dunia mana kau berpijak. Dan tak akan setitik usaha yang kulakukan untuk meniti mimpi hidup bersamamu, karena aku paham aku bukan malaikat seperti mereka yang ada di sekitarmu.
Salam untukmu, dariku yang memasrahkan semua hanya kepada-Nya. Tunggu kiriman hati yang pernah terluka dan penuh harapan dariku bila memang Dia mengalamatkannya padamu. Karena bila Dia menakdirkan dirimu untukku tak akan pernah pergi meskipun aku berlari menjauh darimu.
(Silvia Ratna Juwita, 27 Agustus 2015; 00.42 wib)