Saturday, July 10, 2010

Marmut Merah Jambu (MMJ) -Apresiasi Sastra-


 MARMUT MERAH JAMBU

Dalam memahami karya sastra hendaknya pembaca mengenal berbagai macam teori, yang salah satunya berupa teori ekspresif yang akan saya gunakan untuk mengapresiasi buku Marmut Merah Jambu milik Raditya Dika Nasution.
Dalam pendekatan ekspresif karya sastra dipandang sebagai ekspresi sastrawan. Kriteria yang dikenakannya adalah ketepatan karya sastra dalam mengekspresikan kejiwaan sastrawan. Ketika menulis karya sastra, sastrawan tidak bisa lepas dari sejarah sastra dan latar belakang budayanya (Pradopo, 1995: 108). Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980: 11, 12).
Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya sastra berisi penghayatan sastrawan terhadap lingkungannya. Karya sastra bukan hasil kerja lamunan belaka, melainkan juga penghayatan sastrawan terhadap kehidupan yang penuh kesadaran dan tanggung jawab sabagai sebuah karya seni.
Kedua paragraf adalah alasan saya mengapa saya menggunakan pendekatan ekspresif dalam mengapresiasi buku ini. Dikarenakan buku ini adalah kisah nyata dari penulisnya sendiri jadi apa yang dituliskan dalam buku ini tidak terlepas dari sejarah dan latar belakang budaya si penulis yang notabennya juga merupakan peran utama dalam buku ini. Begitupun tokoh-tokoh lain yang diceritakan merupakan keluarga dari si penulisnya sendiri.
***
Marmut Merah Jambu merupakan buku kelima dari Raditya Dika Nasution yang akrab dipanggil Radith (lahir di Jakarta, 28 Desember 1984). Buku MMJ (Marmut Merah Jambu) ini bertemakan tentang pahit manisnya percintaan. Dia menggabungkan cinta dengan komedi dalam penulisannya.
Sebelumnya Radith adalah pemenang Indonesian Blog Award atas catatan harian yang ditulis di blognya. Dari pengalaman itu dia mencetak tulisannya kemudian ia menawarkan naskahnya itu ke beberapa penerbit untuk dijadikan buku dan penerbit Gagasmedia yang menjadi penerbit buku pertamanya saat itu, setelah sebelumnya banyak penerbit yang menolak tulisannya.
Radith hadir dengan genre baru dan berbeda dari penulis sebelumnya. Yang membuat dia berbeda adalah dia selalu menggunakan nama binatang pada setiap bukunya. Kambing Jantan, adalah buku pertamanya dilanjut dengan Cinta Brontosaurus, Radikus Makan Kakus, Babi Ngesot.
Radith merupakan sulung dari lima bersaudara, Yuditha, Ingga-Inggi (kembar), Edgar merupakan adiknya. Radith memasukkan nama mereka ke dalam buku MMJ-nya sebagai tokoh-tokoh sebagaimana aslinya. Karena MMJ ini merupakan kisah nyata catatan percintaanya dan sekitarnya. Mengapa dikatakan demikian, karena pada bagian Pengantar Penulis Radith menuliskan “Oh ya, beberapa nama di buku ini disamar, tetapi tempatnya semuanya benar.” itu yang membuat pembaca mengerti bahwa buku MMJ merupakan kisah nyata si penulisnya apalagi tokoh utama dalam buku ini merupakan penulisnya sendiri, Radith.
MMJ dimulai dari kehidupan Radith waktu ia duduk di bangku SMP, ia menuliskan SMP Tarakanita dalam buku ini yang juga merupakan SMP sebenarnya seorang Raditya Dika. Dia menceritakan bagaimana dia dan sahabatnya yang mencintai orang diam-diam, penceritaan yang disampaikan begitu konyol membuat pembaca menjadi tertawa geli ketika membaca bagian-bagian yang disampaikan dengan banyolan khas seorang Raditya Dika, seperti diketahui sebelumnya Radit dikenal sebagai sosok penulis yang khas dengan komedi, banyolan, humor yang cablak, sehingga tak heran kalau di dalam buku ini kita akan menemukan ungkapannya yang cablak.
Dalam buku ini juga menggunakan latar tempat, lebih tepatnya daerah Jakarta Selatan sering dituliskan di buku ini seperti Kemang, Pondok Indah Mall, McD, dan lain sebagainya, dikarenakan tempat tinggal Radith yang berada di Jakarta Selatan tepatnya di Cikatomas, Kebayoran. Tempat tinggal Radith memang tidak disebutkan dalam buku ini, tetapi saya mengetahui pasti di mana dia tinggal karena saya merupakan pengajar les privat untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia adiknya, Edgar Nasution, yang saat itu duduk di kelas 6 (enam) SD.
Saya cukup mengenal karakter Edgar sebenarnya, persis seperti apa yang dituliskan Radith dalam bukunya ini. Meskipun saya tidak mengenal langsung Radith dan ketiga saudaranya yang lainnya tapi saya cukup mengenal karakternya dikarenakan situs jejaring sosial Twitter. Di situs itu saya mem-follow mereka, jadi dari gaya bahasa yang mereka gunakan untuk percakapan mereka sehari sudah cukup jelas menggambarkan watak mereka, sehingga ketika membaca MMJ ini pewatakan pada tiap tokoh adalah benar adanya.
Jadi, karena buku ini merupakan kisah nyata si penulis latar sosial dan budaya yang disampaikan dalam buku ini merupakan latar sosial dan budaya yang ada sebenarnya di sekitar penulis, begitupun dengan penokohan yang ada merupakan gambaran jati diri orang yang sebenarnya hanya ada beberapa yang disamarkan.
Karena Radith merupakan remaja jadi gaya penulisannya adalah bahasa remaja sekarang yang lebih sering disebut dengan bahasa gaul, begitupun pesan-pesan yang disampaikannya di setiap akhir bagian dari setiap babnya.
***
Apa yang disampaikan Radith dalam buku MMJ (Marmut Merah Jambu) merupakan penceritaan kembali tentang apa yang dialami dalam hidupnya. Radith yang menampilkan watak dirinya apa adanya dalam buku ini. Meskipun bahasa yang digunakan dalam buku ini adalah bahasa lisan bukan bahasa tulisan, Radith mampu menghadirkan inovasi baru dari beberapa penulisnya. Ia hadir dengan genre baru, yaitu menggunakan nama-nama binatang dalam setiap tulisannya.
Kesimpulan berdasarkan pendekatan ekspresif adalah apa yang ditulis Radith dalam MMJ sesuai dengan latar sosial dan budaya si pengarang sendiri. Begitu pun dengan karakter yang ada, semua ditulis sesuai dengan apa yang Radith alami dalam hidupnya.


(Yang di atas gambar aku sama Raditya Dika waktu ada event GOL AMAL YAHOO! Minggu, 4 Juli 2010 di Plaza Barat Senayan)

No comments:

Post a Comment