Thursday, February 10, 2011

Alanda Kariza, Ibu dan Bank Century



Kemarin, 9 Februari saya sedang asik tweeting –kebiasaan saya mengisi waktu senggang saat liburan–, sepintas saya melihat tweet dari teman di Twitter saya Kristiono Setyadi yang bertuliskan
Dear @AlandaKariza, behind every storm, there’s always a beautiful sky. Don’t stop right now. Just hold on a little bit longer.
adalah tweet semangat yang biasanya juga sering ia lakukan ke teman-temannya yang lainnya, karena beliau termasuk pribadi yang cukup care di mata saya. Tapi persepsi “biasa” saya berubah setelah saya melihat tweet selanjutnya yang masih menyebut nama Alanda Kariza dan kali ini ini dalam tweet-nya ia menyelipkan sebaris link, meskipun sudah penasaran saya masih tetap tidak tergerak membaca link yang ia tuliskan di sana. Saya melanjutkan keasikan saya nge-tweet sama teman saya Cindy Rizky Beauty dan Vania Ika Aldida. Di sela-sela tweet saya, lagi-lagi Mas Kris –begitu bisa saya memanggil Kristiono Setyadi–  men-tweet kelanjutan kisah dua tweet yang sebelumnya yang berisikan
RT @: Solidaritas Netizen untuk Alanda Kariza >>>
tweet-nya kali itu benar-benar membuat saya penasaran dan bertanya-tanya “Ada apa sih, ko kayanya ekspos banget sama Alanda Kariza?” dan akhirnya membuat saya membuka link itu dan membacanya. Pada saat saya membuka link itu saya menemukan sebuah copy-an blog dari seorang Alanda Kariza yang berjudul Ibu << untuk teman-teman yang membaca tulisan saya ini, coba untuk dibaca blog tersebut. Berikut saya copy beberapa bagian tulisan dari blognya.
Sejak Ibu bekerja di Century, hidup kami tetap biasa-biasa saja. Jabatan Ibu sebagai Kepala Divisi boleh dibilang tinggi, tapi tidak membuat kami bisa hidup dengan berfoya-foya. Orang-orang di kantor Ibu bisa punya mobil mahal, belanja tas bagus, make up mahal… Tidak dengan Ibu. Mobil keluarga kami hanya satu, itupun tidak mewah. Saya sekolah di SMA negeri dan tidak bisa memilih perguruan tinggi swasta untuk meneruskan pendidikan karena biayanya bergantung pada asuransi pendidikan. Ibu tidak membiarkan saya mendaftarkan diri untuk program beasiswa di luar negeri – beliau khawatir tidak bisa menanggung biaya hidup saya di sana. Papa di-PHK segera setelah kasus Century mencuat ke permukaan. Papa tidak bekerja, hanya Ibu yang menjadi “tulang punggung” di keluarga saya. Papa dan saya sifatnya hanya “membantu”.
Saat itu, berat sekali rasanya, Ibu memiliki titel “tersangka” di suatu kasus. Saya tidak bisa mendeskripsikan perasaan saya ketika itu. Saya duduk di Kelas 3 SMA tatkala status Ibu berubah. Ibu jatuh sakit karena tertekan. Tepat satu hari sebelum Ujian Akhir Nasional, Ibu harus diopname, dan saya baru tahu pukul 10 malam karena keluarga saya khawatir hal ini akan mengganggu konsentrasi saya dalam menjalani ujian. Saya tidak lagi bisa memfokuskan pikiran saya terhadap UAN SMA. Pikiran saya hanya Ibu, Ibu, dan Ibu.
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
Sampai akhirnya, pada tanggal 25 Januari 2011, sehari sebelum saya ujian Introduction to Financial Accounting, saya harus menerima sesuatu yang, sedikit-banyak, menghancurkan mimpi yang telah saya bangun bertahun-tahun, dalam sekejap.
Hari itu seharusnya menjadi hari yang biasa-biasa saja. Ujian hari itu bisa saya kerjakan dengan baik. Saya pulang cepat dari kampus, tidur siang, bangun dan menonton televisi. Ibu pulang malam. Status BBM salah seorang tante berisi: “Deep sorrow, Arga”. (Nama Ibu adalah Arga Tirta Kirana). Saat itu, untuk sejenak, saya tidak mau tahu apa yang terjadi. Hari itu, Ibu dan Papa pergi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendengar pembacaan tuntutan.

Ibu dituntut kurungan 10 tahun penjara dan denda sebesar 10 milyar Rupiah.

Sesak nafas. Yang terasa cuma airmata yang tidak berhenti.
***
Bagaimana menurut teman-teman setelah membaca blog dari Saudari kita Alanda Kariza?
Saya memang tidak terlalu mengikuti perkembangan kasus Bank Century selama ini, tapi membaca blognya sudah cukup membuat saya mengerti apa yang ia dan keluarganya rasakan saat ini terutama Ibu yang menurut saya tak perlu bertemu pun kita sudah bisa mengira beliau adalah orang yang cukup baik. Saya tidak pernah bisa membayangkan bila hal itu terjadi pada Saya dan Ibu Saya. Lalu bagaimana keadilan di Indonesia ini harus menjawabnya? Apa iya Indonesia untuk sekarang dan selamanya harus melulu memberikan ketidakadilan untuk keluarga kecil seperti keluarga Alanda?
Mari kita terus mendoakan yang keadilan yang terbaik untuk keluarga Alanda Kariza. Sosok remaja yang menurut saya juga termasuk remaja yang berprestasi, remaja yang cukup memberikan sumbangsih kepada negara yang mana malah “mungkin” saat ini memberikan ketidakadilan pada dirinya. Seperti yang juga ia tuliskan dalam blognya
Ini negara yang saya dulu percayai, negara yang katanya berlandaskan hukum. Atas nama Indonesia, saya dulu pergi ke forum internasional Global Changemakers. Atas nama Indonesia, saya mengikuti summer course di Montana. Untuk Indonesia, saya memiliki ide dan mengajak teman-teman menyelenggarakan Indonesian Youth Conference 2010. Indonesia yang sama yang membiarkan ketidakadilan menggerogoti penduduknya. Indonesia yang sama yang membiarkan siapapun mengkambinghitamkan orang lain ketika berbuat kesalahan, selama ada uang. Indonesia yang sama yang menghancurkan mimpi-mimpi saya.
Semangat Alanda Kariza, kamu pasti tahu banyak orang yang menginginkan yang terbaik seperti apa yang kamu harapkan.
BE STRONG ALANDA!

No comments:

Post a Comment