Friday, May 10, 2013

Cinta dengan Diam; Belajar Ikhlas


Entah apa, cinta memang bukan hal yang harus diprioritaskan utama dalam hidup namun kehadirannya memang di luar kehendak pribadi. Siapa pun yang tercinta bukan karena memilih melainkan ia terpilih oleh hati. Andai saja hati seperti robot, sejak sebelum cerita itu dimulai mungkin sudah menyusun aturan kapasitas rasa yang akan tercurah, namun sayang kenyataan tak dapat dipungkiri bila hati bukanlah hal yang dapat diatur.
Semacam anugerah mungkin. Keindahan yang tak dapat dibujurkan dengan sudut pandang mata. Hati lah penakar segala rasa.
Cinta ini tak buta tapi perhitungan. Namun bukan hitungan harta maupun tahta. Hitungan perkiraan akan kebahagiaan selanjutnya tanpa bermaksud meragukan.
Menyadari kehadiran insan yang mempunyai hati sama; keputus-asaan mungkin dapat disebutnya menjadikan lisan diam tapi tidak mata, hati, dan pikiran.
Dalam diam mata mencari, hati menahan pembukaan luka, dan dalam diam memikirkan hal yang mungkin akan terjadi. Semua hati pasti lebih sensitif bila ada hati lain yang mencintai belahan jiwanya.
Sedapat apa pun banyaknya galian menyembunyikannya, semua akan terungkap pada waktunya. Dan diam semakin menjadi; doa pun hanya terlisan dalam hati. Ketika ini hanya yang menciptakan segala rasa lah yang mampu mendengar serta menjaga peluh yang tersimpan sendiri.
Dan dalam diam akan tetap tersenyum serta selalu dan akan selalu belajar mengikhlaskan hal yang notabennya bukan hal milik.
Cinta mungkin tak abadi dan tak termiliki lagi, tapi kenangan tak pernah dapat diubah; semua berlalu dalam diam, dalam helaan nafas yang sedang mengusahakan pengikhlasan.


Silvia Ratna Juwita
Depok, 10 Mei 2013; 19.51 WIB.

No comments:

Post a Comment